Sabtu, 28 Juni 2014

Contoh Kasus Persaingan Usaha



Chevron Divonis Denda Rp 2,5 Milyard

JAKARTA. Raksasa perusahaan minyak Chevron Indonesia Company divonis bersalah melakukan tindakan diskriminasi dalam tender export pipeline front end enggineering & design contract. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghukum Chevron membayar denda sebesar Rp 2,5 miliar.

“Menyatakan bahwa terlapor I (Chevron) terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar Pasal 19 Huruf D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,” kata Ketua Majelis Komisi Muhammad Nawir Messi, Kamis (16/5).

Dalam Pasal 19 Huruf d disebutkan pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku uasaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.

Sementara itu, Majelis Komisi juga memutuskan bahwa PT Worley Parsons Indonesia (terlapor II) tidak terbukti melanggar Pasal 19 Huruf D UU No. 5 Tahun 1999. Chevron disebutkan melakukan praktek diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group Indonesia. Sementara itu, Chevron telah menetapkan PT Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang tender.

Terkait putusan ini, Stefanus Haryanto, Kuasa Hukum Chevron, enggan untuk memberikan komentarnya. “No comment ya,” katanya. Hal serupa juga disampaikan oleh Mochmad Fachri selaku kuasa hukum Worley Parsons.

Perkara ini berawal dari penyelidikan terhadap Resume Monitoring KPPU RI mengenai adanya Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf d dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pada Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 terkait dengan Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company, yang dilakukan oleh Chevron Indonesia Company sebagai Terlapor I dan PT Worley Parsons Indonesia sebagai Terlapor II.

Objek perkara ini adalah Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company dengan total estimate contract value sebesar 4.690.058 US$. Tender ini menggunakan sistem pemasukan penawaran dua tahap berdasarkan PTK 007 Revisi 1 Tahun 2009, yang terdiri dari tahap teknis dan tahap komersial.
Sumber : http://nasional.kontan.co.id/news/chevron-divonis-denda-rp-25-miliar

Analisis Contoh Kasus di atas

A. Analisa Bukti
Dari penjelasan Kasus diatas dapat di analisa raksasa perusahaan minyak Chevron Indonesia Company divonis bersalah melakukan tindakan diskriminasi dalam tender export pipeline front end enggineering & design contract. Dan perusahaan minyak Chevron disebutkan melakukan praktek diskriminasi terhadap peserta tender lainnya yakni PT Wood Group Indonesia. Sementara itu, Chevron telah menetapkan PT Worley Parsons (terlapor II) selaku pemenang tender.

B. UU yang berlaku
Dalam kasus ini UU yang dikenai Pasal 19 Huruf D Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Dalam Pasal 19 Huruf  D disebutkan Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.”

C. Hukuman yang Berlaku
Dalam kasus di atas dapat dilihat dari UU (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999) yang berlaku maka pelaku dapat hukuman pidana denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.

E. Objek Perkara
Objek perkara ini adalah Tender Export Pipeline Front End Engineering & Design Contract (No. C732791) di Lingkungan Chevron Indonesia Company dengan total estimate contract value sebesar 4.690.058 US$. Tender ini menggunakan sistem pemasukan penawaran dua tahap berdasarkan PTK 007 Revisi 1 Tahun 2009, yang terdiri dari tahap teknis dan tahap komersial.

E. Tanggapan
Dari Kasus tersebut saya menanggapi bahwa undang-undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat itu perlu karena kita tidak ingin perekonomian negara ini hanya dikuasai oleh segelintir orang atau pengusaha yang memiliki pangsa pasar yang monopolistis dan persaingan tidak sehat lainnya. Dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang mengawasi tentang persainagn usaha harus tegas terhadap perusahaan-perusahan besar ataupun kecil yang melakukan tindakan monopoli. Supaya tidak terjadi kesenjangan sosial yang amat dalam antara penduduk Indonesia

Selasa, 03 Juni 2014

Contoh Hak Cipta



Kasus PT Huawei Tech Investment VS   Unlocking


Huawei geram. Perangkat ponsel miliknya yang di-bundling dan dipasarkan satu paket bersama kartu perdana Esia milik operator Bakrie Telecom, banyak ditemukan telah menjadi korban unlocking. 

Alhasil, lewat kuasa hukumnya, produsen ponsel asal China ini melaporkan kasus unlocking yang dideritanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. 


Supriyadi, konsultan hukum Huawei dari Kantor Hukum Supriyadi Devianty & Rekan, menuturkan, kliennya telah mengambil upaya hukum pidana terhadap pelaku unlock dan pengedar barang yang melanggar hak cipta tersebut. 
Meski tak mau menyebutkan pelaku pelanggar hak cipta tersebut, ia menegaskan, pelaku telah dijatuhkan hukuman yang cukup berat. "Dengan adanya praktik unlocking, jelas menimbulkan kerugian bagi klien kami," ujarnya lewat surat elektronik yang diterima detikINET, Selasa (3/2/2009).


Disebutkan, dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 814/Pid.B/2008/PN.JKT.PST, terdakwa dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana hak cipta. Dan oleh karenanya, terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu tahun enam bulan, serta hukuman membayar denda sebanyak Rp 1,5 juta.

Putusan tersebut kemudian diperkuat oleh Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 210/PID/2008/PT.DKI pada 21 Agustus 2008. "Putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap," tegas Supriyadi.

Unlock ponsel mungkin bisa didefinisikan sebagai praktik rekayasa software ataupun firmware suatu ponsel agar bisa digunakan untuk layanan operator lain, meski sejatinya ponsel tersebut sudah dikunci untuk digunakan oleh layanan operator tertentu. mendengar tentang Ponsel atau HP Unlocked. Lalu apakah pengertian atau yang dimaksud dengan HP unlocked? Unlocked smarphone/handphone artinya bahwa handphone tersebut bisa beroperasi/ digunakan dengan berbagai operator, tidak hanya terpaku/ locked pada satu operator. Membeli sebuah unlocked handphone memang akan memberikan keleluasaan kepada kita untuk mempergunakan operator sesuai dengan keinginan kita.

Handphone (HP) Unlocked terdiri dari 2 macam : yaitu unlock security code (kode pengaman) dan unlock operator. 
Keuntungan dari HP unlocked yaitu misalnya kita beli salah satu merek HP yang di bundle dalam suatu operator. Nah dengan di unlock maka HP tersebut bisa menggunakan kartu operator lain.


Huawei mengklaim telah menemukan kasus unlocking ini sejak beberapa waktu lalu. Meski demikian, langkah persuasif untuk pencegahan yang dilakukan vendor ponsel ini jua tak berhasil mencegah praktik unlock tersebut.

"Klien kami melihat maraknya praktik unlocking terhadap produk ponsel Huawei di sentra-sentra penjualan ponsel di Indonesia. Ini merupakan tindakan pelanggaran hak cipta," keluh Supriyadi.

Kasus unlocking yang diderita Huawei dan Bakrie Telecom, bukan kali ini saja terjadi di Indonesia. Mobile-8 Telecom, selaku operator pertama yang menawarkan program bundling ponsel murah, sekitar lima tahun lalu, juga mengalami hal serupa. 

Namun, sayangnya, upaya hukum operator seluler Fren yang waktu itu kesohor dengan tagline pemasaran "Hari gini gak punya handphone", gagal menghentikan laju praktik unlocking. Alasannya, karena dianggap menyalahi dan membatasi hak konsumen.
A. Analisa Bukti

Dari penjelasan Kasus diatas dapat di analisa buktinya berupa proses Unlocking yang dilakukan oleh perekayasa software dalam ponsel kemudian dari rekayasa tersebut berbagai akses operator lain dapat menggunakan layanan yang ada tersebut, padahal pemilik hak cipta telah mengunci agar layanan operator lain tidak dapat mengakses layanan yang ada pada huawei, hanyalah operator tertentu yang bisa mengakses.

B. UU yang berlaku

Dalam kasus ini UU yang dikenai yaitu UU Hak Cipta Pasal 72 ayat 1 yang berisi "
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

mereka melanggar hak cipta karena dengan kesengajaan mengunlocking layanan yang ada dalam Huawei tanpa seizin Pihak Huawei itu sendiri.

C. Hukuman yang Berlaku

Dalam Kasus di atas telah dijelaskan bagaimana hukuman yang berlaku dari pelanggaran hak cipta tersebut yaitu dengan hukuman yang berada dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 814/Pid.B/2008/PN.JKT.PST, terdakwa dinyatakan bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana hak cipta. Dan oleh karenanya, terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama satu tahun enam bulan, serta hukuman membayar denda sebanyak Rp 1,5 juta.

dan jika dilihat dari UU yang berlaku maka pelaku dapat hukuman 

pidana penjara masing- masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

D. Solusi dari Kasus

Pihak Huawei sebenarnya telah memberikan solusi yang jitu dalam kasus unlocking, yaitu secara tegas tanpa prosedur waktu langsung menanganinya secara hukum dengan begitu, secara langsung maupun tidak langsung akan membuat jera para pelaku unlocking. Karena dengan begitu akan timbul rasa takut akan kegiatan unlocking yang juga termasuk kasus dalam pelanggaran hak cipta.

E. Tanggapan

Dari Kasus tersebut kami menanggapinya secara sederhana unlocking bisa terjadi akibat perkembangan Zaman, semakin berkembangnya zaman semakin banyak orang yang ingin layanan yang prima salah satunya alat komunikasi yaitu handphone jika satu handphone bisa mencakup semua lapisan operator maka akan memudahkan kerja dalam setiap kegiatan. Semakin berkembangnya zaman saat ini maka akan menimbulkan keburukan yaitu semakin maraknya pelanggaran hak Cipta salah satunya dalam kasus ini adalah unlocking.

Perlindungan Konsumen



Berdasarkan UU no.8 Pasal 1 Butir 1 Tahun 1999, tentang perlindungan konsumen  disebutkan bahwa “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak

Konsumen.Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Perlindungan konsumen yang dijamin oleh undang-undang ini adalah adanya kepastian hukum terhadap segala perolehan kebutuhan konsumen, yang bermula dari ”benih hidup dalam rahim ibu sampai dengan tempat pemakaman dan segala kebutuhan diantara keduanya”. Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkab atas hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen.

Di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi.Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasayang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsum Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat kentungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial merugikan kepentingan konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan diatas, perlu upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Di samping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.

Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsume ini telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:
  • Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;
  • Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
  • Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah;
  • Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;
  • Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;
  • Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
  • Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
  • Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri
  • Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
  • Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
  • Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;
  • Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;
  • Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;
  • Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta sebagai mana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987;
  • Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
  • Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1989 tentang Merek;
  • Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  • Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;
  • Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;
  • Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI) tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.

Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.

Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang- undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan paying yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.

Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Upaya perlindungan konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya ditingkatan praktis. Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar pijakan yang benar-benar kuat.
Asas perlindungan konsumen .
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan
konsumen.
  • Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.
  • Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.
  • Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen.
  • Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
  • Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan perlindungan konsumen
Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.
  • Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  • mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
  • Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
  • Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  • Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  • Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak-Hak Konsumen
Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
  • Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
  • Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan .
  • Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
  • Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
  • Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
  • Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
  • Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
  • Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
  • Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.

Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen (bab VII), bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya (bab IX, X, dan XI).

Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
  • Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
  • Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
  • Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
  • Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Prinsip-Prinsip perlindungan konsumen

Prinsip bertanggung jawab berdasarkan kelalaian
Tanggung jawab berdasrkan kelalaian adalah suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawabysng ditentuksn oleh perilaku produsen. Sifat subjektifitas muncul pada kategori bahwa seseorang yang bersikap hati-hati mencegah timbulnya kerugian pada konsumen. Berdasarkan teori tersebut, kelalaian produsen yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan kerugian kepada produsen. Di samping faktor kesalahan dan kelalaian produsen, tuntutan ganti kerugian berdasarkan kelalaian produsen diajukan dengan bukti-bukti, yaitu :
  • Pihak tergugat merupakan produsen yang benar-benar mempunyai kewajiban untuk melakukan tindakan yang dapat menghindari terjadinya kerugian konsumen.
  • Produsen tidak melaksanakan kewajiban untuk menjamin kualitas produknya sesuai dengan standar yang aman untuk di konsumsi atau digunakan.
  • Konsumen penderita kerugian.
Kelalaian produsen merupakan faktor yang mengakibatkan adanya kerugian pada konsumen (hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian konsumen)
Dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian juga mengalami perkembangan dengan tingkat responsibilitas yang berbeda terhadap kepentingan konsumen, yaitu:

1. Tanggung Jawab atas Kelalaian dengan Persyaratan Hubungan Kontrak
Teori murni prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah suatu tanggung jawab yang didasarkan pada adanya unsur kesalahan dan hubungan kontrak. Teori ini sangat merugikan konsumen karena gugatan baru dapat diajukan jika telah memenuhi dua syarat, yaitu adanya unsur kesalahan atu kelalaian dan hubungan kontrak antara produsen dan konsumen. Teori tanggung jawab produk brdasrkan kelalaian tidak memberikan perlindungan yang maksimal kepada konsumen, karena konsumen dihadapkan pada dua kesulitan dalam mengajukan gugatan kepada  produsen, yaitu, pertama, tuntutan adanya hubungan kontrak antara konsumen sebagai penggugat dengan produsen sebagai tergugat. Kedua, argumentasi produsen bahwa kerugian konsumen diakibatkan oleh kerusakan barang yang tidak diketahui.
            
               2.Kelalaian Dengan Beberapa Pengecualian Terhadap Persyaratan Hubungan Kontrak
Perkembangan tahap kedua teori tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab yang tetap berdasarkan kelalaian namun untuk beberapa kasus terdapat pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa persyaratan hubungan kontrak merupakan salah satu hambatan konsumen untuk mengajukan ganti kerugian kepada produsen. Prinsip ini tidak memeihak kepada kepentingan konsumen, karena pada kenyataanya konsumen yang sering mengalami kerugian atas pemakaian suatu produk adalah konsumen yang tidak memiliki kepentingan hukum dengan produsen.

3. Kelalaian Tanpa Persyaratan Hubungan Kontrak
Setelah prisip tanggung jawab atas dasar kelalaian dengan beberapa pengecualian terhadap hubungan kontrak sebagai tahap kedua dalam perkembangan substansi hukum tanggung jawab produk, maka tahap berikutnya adalah tahap ketiga yaitu sistem tanggung jawab yang tetep berdasarkan kelalaian, tetapi sudah tidak mensyaratkan adanya hubungan kontrak.

4. Prinsip Paduga Lalai dan Prinsip Bertanggung Jawab dengan Pembuktian Terbaik
Tahap pekembangan trakhir dalam prinsip tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah dalam bentuk modifikasi terhadap prisip tanggung jawab berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini bermakna, adanya keringanan-keringanan bagi konsumen dalam penerapan tanggung jawab berdasarkan kelalaian, namun prinsip tanggung jawab ini masih berdasarkan kesalahan. Modifikasi ini merupakan masa transisi menuju pembentukan tanggung jawab mutlak.


Prisip Tanggung Jawab Mutlak
Asas tanggung jawab ini dikenal dengan nama product liability. Menurut prinsip ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang beredar dipasaran. Tanggung jawab mutlak strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar ganti kerugian, ketentuan ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang melanggar hukum pada umumnya. Penggugat (konsumen) hanya perlu membuktikan adanya hubungan klausalitas antara perbuatan produsen dan kerugian yang dideritanya. Dengan diterapkannya prinsip tanggung jawab ini, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan akibat produk barang yang cacat atau tidak aman dapat menuntut konpensasi tanpa harus mempermasalahkan ada atau tidanya unsur kesalahan di pihak produsen.
Alasan-alasan mengapa prinsip tanggung jawab mutlak diterapkan dalam hukum tentang product liability adalah :
  • Diantara korban / konsumen di satu pihak ada produsen di lain pihak, beban kerugian seharusnya ditanggung oleh pihak yang memproduksi.
  • Dengan menempatkan / mengedarkan barang-barang dipasaran, berarti produsen menjamin bahwa barang-barang tersebut aman dan pantas untuk digunakan, bilamana terbukti tidak demikian dia harus bertanggung jawab.
Sumber Refrensi