Wijaya Karya (WIKA) dibentuk dari proses
nasionalisasi perusahaan Belanda bernama Naamloze Vennotschap Technische Handel
Maatschappij en Bouwbedijf Vis en Co. atau NV Vis en Co. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 1960 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik (PUTL) No. 5 tanggal 11 Maret 1960, dengan nama Perusahaan
Negara Bangunan Widjaja Karja. Kegiatan usaha WIKA pada saat itu adalah
pekerjaan instalasi listrik dan pipa air. Pada awal dasawarsa 1960-an, WIKA
turut berperan serta dalam proyek pembangunan Gelanggang Olah Raga Bung Karno
dalam rangka penyelenggaraan Games of the New Emerging Forces (GANEFO) dan
Asian Games ke-4 di Jakarta.
Seiring berjalannya waktu, berbagai tahap
pengembangan kerap kali dilakukan untuk terus tumbuh serta menjadi bagian dari
pengabdian WIKA bagi perkembangan bangsa melalui jasa-jasa konstruksi yang
tersebar di berbagai penjuru negeri.
Perkembangan signifikan pertama adalah di tahun
1972, dimana pada saat itu nama Perusahaan Negara Bangunan Widjaja Karja berubah
menjadi PT Wijaya Karya. WIKA kemudian berkembang menjadi sebuah kontraktor
konstruksi dengan menangani berbagai proyek penting seperti pemasangan jaringan
listrik di Asahan dan proyek irigasi Jatiluhur.
Satu dekade kemudian, pada tahun 1982, WIKA melakukan
perluasan divisi dengan dibentuknya beberapa divisi baru, yaitu Divisi Sipil
Umum, Divisi Bangunan Gedung, Divisi Sarana Papan, Divisi Produk Beton dan
Metal, Divisi Konstruksi Industri, Divisi Energy, dan Divisi Perdagangan.
Proyek yang ditangani saat itu diantaranya adalah Gedung LIPI, Gedung Bukopin,
dan Proyek Bangunan dan Irigasi. Selain itu, semakin berkembangnya anak-anak
perusahaan di sektor industri konstruksi membuat WIKA menjadi perusahaan
infrastruktur yang terintegrasi dan bersinergi.
Keterampilan para personel WIKA dalam industri
konstruksi telah mendorong Perseroan untuk memperdalam berbagai bidang yang
digelutinya dengan mengembangkan beberapa anak perusahaan guna dapat berdiri
sendiri sebagai usaha yang spesialis dalam menciptakan produknya masing-masing.
Pada tahun 1997, WIKA mendirikan anak perusahaannya yang pertama, yaitu PT
Wijaya Karya Beton, mencerminkan pesatnya perkembangan Divisi Produk Beton WIKA
saat itu.
Kegiatan PT Wijaya Karya Beton saat itu diantaranya
adalah pengadaan bantalan jalan rel kereta api untuk pembangunan jalur
double-track Manggarai, Jakarta, dan pembangunan PLTGU Grati serta Jembatan
Cable Stayed Barelang di Batam. Langkah PT Wijaya Karya Beton kemudian diikuti
dengan pendirian PT Wijaya Karya Realty pada tahun 2000 sebagai pengembangan
Divisi Realty. Pada tahun yang sama didirikan pula PT Wijaya Karya Intrade
sebagai pengembangan Divisi Industri dan Perdagangan.
Semakin berkembangnya Perseroan, semakin tinggi
pula tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan Perseroan. Hal ini
tercermin dari keberhasilan WIKA melakukan penawaran saham perdana (Initial
Public Offering/IPO) pada tanggal 27 Oktober 2007 di Bursa Efek Indonesia (saat
itu bernama Bursa Efek Jakarta). Pada IPO tersebut, WIKA melepas 28,46 persen
sahamnya ke publik, sehingga pemerintah Republik Indonesia memegang 68,42
persen saham, sedangkan sisanya dimiliki oleh masyarakat, termasuk karyawan,
melalui Employee/Management Stock Option Program (E/MSOP), dan Employee Stock
Allocation (ESA).
Sementara itu, langkah pengembangan Divisi menjadi
anak perusahaan yang berdiri di atas kaki sendiri terus dilakukan. Pada tahun
2008 WIKA mendirikan anak perusahaan PT Wijaya Karya Gedung yang memiliki
spesialisasi dalam bidang usaha pembangunan high rise building. WIKA juga
mengakuisisi 70,08 persen saham PT Catur Insan Pertiwi yang bergerak di bidang
mechanical-electrical. Kemudian nama PT Catur Insan Pertiwi dirubah menjadi PT
Wijaya Karya Insan Pertiwi. Pada tahun 2009, bersama dengan PT Jasa Sarana dan
RMI, mendirikan PT Wijaya Karya Jabar Power yang bergerak dalam pembangunan
Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP).
Di pertengahan tahun 2009, WIKA bersama perusahaan
lain berhasil menyelesaikan Jembatan Suramadu, sebuah proyek prestisius yang
menghubungkan pulau Jawa dengan pulau Madura. Kini proyek tersebut telah
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas.
Memasuki tahun 2010, WIKA berhadapan dengan
lingkungan usaha yang berubah dengan tantangan lebih besar. Untuk itu, WIKA
telah menyiapkan Visi baru, yaitu VISI 2020 untuk menjadi salah satu perusahaan
EPC dan Investasi terintegrasi terbaik di Asia Tenggara. Visi ini diyakini
dapat memberi arah ke segenap jajaran WIKA untuk mencapai pertumbuhan yang
lebih optimal, sehat dan berkelanjutan.
Sepanjang tahun 2012, WIKA berhasil menuntaskan
proyek power plant yang terdiri dari: Pembangkit Listrik Tenaga Gas Borang,
60MW, Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas Rengat, 21MW, Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel Ambon, 34MW.
Pada tahun 2013 Perseroan mendirikan usaha patungan
PT Prima Terminal Peti Kemas bersama PT Pelindo I (Persero) dan PT Hutama Karya
(Persero), mengakuisisi saham PT Sarana Karya (Persero) (“SAKA”) yang
sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, mendirikan usaha
patungan PT WIKA Kobe dan PT WIKA Krakatau Beton melalui Entitas Anak WIKA
Beton, dan melakukan buyback saham sebanyak 6.018.500 saham dengan harga
perolehan rata-rata Rp1.706,77,-
Analisis
Perusahaan :
Wijaya Karya (WIKA) dibentuk dari proses
nasionalisasi perusahaan Belanda bernama Naamloze Vennotschap Technische Handel
Maatschappij en Bouwbedijf Vis en Co. atau NV Vis en Co. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 2 tahun 1960 dan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan
Tenaga Listrik (PUTL) No. 5 tanggal 11 Maret 1960, dengan nama Perusahaan
Negara Bangunan Widjaja Karja.
pada
tanggal 27 Oktober 2007 di Bursa Efek Indonesia (saat itu bernama Bursa Efek
Jakarta). Pada IPO tersebut, WIKA melepas 28,46 persen sahamnya ke publik,
sehingga pemerintah Republik Indonesia memegang 68,42 persen saham, sedangkan
sisanya dimiliki oleh masyarakat, termasuk karyawan, melalui
Employee/Management Stock Option Program (E/MSOP), dan Employee Stock
Allocation (ESA).
Sementara
itu, langkah pengembangan Divisi menjadi anak perusahaan yang berdiri di atas
kaki sendiri terus dilakukan. Pada tahun 2008 WIKA mendirikan anak perusahaan
PT Wijaya Karya Gedung yang memiliki spesialisasi dalam bidang usaha
pembangunan high rise building. WIKA juga mengakuisisi 70,08 persen saham PT
Catur Insan Pertiwi yang bergerak di bidang mechanical-electrical.
Pada tahun 2013 Perseroan mendirikan usaha patungan
PT Prima Terminal Peti Kemas bersama PT Pelindo I (Persero) dan PT Hutama Karya
(Persero), mengakuisisi saham PT Sarana Karya (Persero) (“SAKA”) yang
sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, mendirikan usaha
patungan PT WIKA Kobe dan PT WIKA Krakatau Beton melalui Entitas Anak WIKA
Beton, dan melakukan buyback saham sebanyak 6.018.500 saham dengan harga
perolehan rata-rata Rp1.706,77,-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar