Akhir-akhir ini dunia perpolitikan di Indonesia semakin panas saja,
itu dikarenakan Koalisi Merah Putih (KMP) atau pengusung Prabowo Subianto dan
Hatta Rajasa mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU
PILKADA). Dasar Koalisi Merah Putih melakukan perubahan dalam RUU Pilkada diantaranya adalah pasal keempat dalam
pancasila yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.”. Dengan usulan yang dilakukan ini banyak
mengandung pro dan kontra. Banyak rakyat yang menganggap bahwa RUU PILKADA
adalah kemunduran dalam demokrasi di Indonesia.
Dan pada akhirnya RUU
PILKADA ( Rancangan Undang – Undang Pemilihan Kepala Daerah) telah di ketuk
palu pada hari jum’at pukul 01.50 dini hari tadi setelah melalui drama yang
panjang akhirnya di putuskan dan di setujui pilkada melalui DPRD. Pada
perjalananya hingga ke persidangan di paripurna DPR RI opini publik pun sudah
terbelah menjadi dua golongan yang menghendaki pemilihan langsung atau
pemilihan melalui DPRD. Berikut akan saya ungkapkan sedikit tentang kelebihan
dan kekurangan Pilkada secara langsung maupun melalui DPRD, yang saya ambil
dari beberapa sumber:
PILKADA Langsung
Kelebihan :
1. Rakyat dapat memilih langsung kepala daerahnya
sesuai penilaian pribadi masyarakatnya.
Idealnya seperti di Athena dimana semua kebijakan Negara ditentukan oleh
suara rakyatnya. Masyarakat dapat bebas memilih sesuai track record dan dengan
citra citra yang ada secara bebas karena suara rakyat adalah suara Tuhan.
2. Tokoh bisa terpilih walaupun dukungan partai minim.
Melalui PILKADA langsung tokoh – tokoh memungkinkan menang walau dengan
dukungan partai yang minim. Asalkan bisa menggalang dukungan yang besar dari
masyarakat
3. Masyarakat tergerak untuk turut serta aktif dalam
proses pemilu.
Di daerah yang cukup maju partisipasi aktif masyarakat sangat mendukung
untuk keberlangsungan demokrasi yang baik. Masyarakat yang cerdas dan mapan
lebih bisa menentukan pilihannya tanpa pengaruh parpol apalagi money politik
Kekurangan:
1. Biaya yang dikeluarkan sangat besar
Biaya yang dikeluarkan
mulai dari biaya penyelenggaraan, kampanye, lobbi-lobbi partai pendukung sangat
besar. Ini memungkinkan calon kepala daerah yang memiliki modal besar lah yang
akan menang atau mereka yang mendapat dukungan dana dari pemodal besar.
2. Kedaulatan milik Pemodal dan Asing
Sudah barang tentu
kepala daerah yang menang pilkada yang telah di beri modal yang banyak terikat
kepada pemilik modal. Kepala daerah yang berhutang untuk biaya kampanye dan
kebutuhan untuk kemenanganya akan mengembalikannya melalui proses tender yang
berkali – kali lipat keuntungannya bagi penyokong modal ataupun memberikan
kebijakan yang mendukung kepada pemilik modal termasuk dalam hal ini
kepentingan asing juga bisa masuk terhadap penguasaan sumber-sumber kekayaan
alam kita dan mempengaruhi kebijakan kepala daerah melalui pressure yang
dilancarkan.
3. Korupsi
Untuk mengembalikan
modal besar pribadi, sponsor maupun partai yang telah mengeluarkan milyaran
bahkan triliunan rupiah sudah barang tentu menjadikan korupsi sebagai jalan
yang nyaman. korupsi menjadi lumrah bagi para kepala daerah, hanya masalah
bagaimana mereka bermain saja, bisa bermain bersih dan aman ataukah tidak. Bila
bermain kotor akan tertangkap KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) jikalau bermain
bersih sukses tidak ketahuan dan berjalan melenggang
4. Rawan penyalahgunaan birokrasi dan minim pengawasan
Selama ini kita lemah
dalam pengawasan dan punishment. Banyak penyalahgunaan wewenwng yang terjadi
dalam proses pilkada. Mahfud MD menuturkan seperti berikut. “saya menangani di
MK itu 390 (sengketa pilkada) semua ada penyalahgunaan birokrasi. Ada seseorang
yang tidak mendukung seseorang (calon) akan dipecat. Itu birokrasi rusak,”
(TribunNews)
B. PILKADA Tidak Langsung
Kelebihan:
1 1. Effisiensi anggaran
Penghematan anggaran
secara menyeluruh dengan dana penghematan yang besar. Mulai dari anggaran
Negara yang terpakai untuk penyelenggaraan pemilihan, biaya pribadi calon
kepala daerah, biaya kampanye dan uang sponsorship
2
. 2. Meminimalisir konflik di masyarakat
Sudah sama – sama kita
ketahui bahwa proses pemilihan umum mulai dari pemilihan presiden hingga
pemilihan bupati melahirkan konflik dari proses kampanye bahkan hingga pasca
dilantiknya pemenang. Proses pemilihan kepala daerah yang banyak sekali
dilakukan menjadikan Indonesia menjadikan konflik yang terus – menerus hanya
pindah wilayah saja. Dengan Pilkada melalui DPRD kita akan lebih kondusif dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dalam pilpres saja masyarakat
mengalami momentum rawan konflik.
.
3. Memiliki Demokrasi dengan identitas khas bangsa Indonesia
Pemilihan kepala daerah
melalui DPRD juga masih dalam bingkai demokrasi. Pemilihan langsung maupun
melalui DPRD masih merupakan proses demokrasi. Pilkada melalui DPRD memberikan
kita berdiri teguh dalam IDENTITAS bangsa kita sesuai cita – cita founding
father bangsa kita bahwa Demokrasi kita bukannla demokrasi ala barat melainkan
demikrasi perwakilan yang sesuai dengan sila ke-4 dari dasar Negara kita,
Pancasila.
4.
4. Kepala daerah dan DPRD lebih bersinergi
Kepala daerah dan DPRD
sudah dipastikan akan lebih bersinergi karena kepala daerah merupakan produk
tidak langsung dari DPRD. Promram pengembangan daerah akan lebih lancer karena
tidak perlu adanya konflik antara kepala daerah dengan DPRD. Program
pembangunan daerah dan pengembangannya juga akan lebih berkesinambungan.
5
5. Meniadakan politikus yang kutu loncat, bahkan memungkinkan memilih
kepala daerah dari kalangan professional murni.
Dengan proses pemilihan
melalui DPRD dapat meminimalisir politikus kutu loncat yang pragmatis dan
oportunis yang dalam pemilihan langsung marak dengan pemodal besar sebagai
penyokongnya. Kutu loncat akan mendapat stigma negative sehingga tidak ada
partai yang berminat. Para pemodal juga tidak dapat menjadikan kepala daerah
sebagai boneka.
Kekurangan:
1. Rakyat tidak dapat langsung memilih
Menjadi kekurangan yang
terlihat jelas bahwa rakyat tiodak dapat langsung memilih kepala daerahnya.
Apalagi PILKADA langsung ini sudah berlangsung di masyarakat selama sepuluh
tahun. Akan tetapi masyarakat tetap memilih dalam hal ini wakil – wakil mereka.
Masyarakat juga akan lebih jeli memberikan suaranya kepada calon wakil rakyat
dan partai pengusungnya. Akan ada penilaian dari masyarakat yang akan membuat
partai berlomba – lomba untuk menjadi partai yang bersih dan mengkader sebaik mungkin
2. Dikhawatirkan DPRD hanya menjadi representasi parpol
Menjadi kekhawatiran
kita semaua sebagai rakyat sebuah Negara di tengah minimnya kepercayaan
terhadap partai politik bahwa DPRD yang terpilih akan mewakili parpolnya bukan
menyuarakan kepentingan rakyat sebagai konstituennya
3. Kepala Daerah hasil kesepakatan partai pendukung
Kepala daerah yang
dipilih berdasarkan kesepakatan partai pendukung dikhawatirkan akan tersandera
banyak kepentingan. Apalagi dengan kondisi bangsa seperti yang ada saat ini
dimana masyarakat menilai suaranya hanya menjadi sampah lima tahunan yang di
perebutkan lalu di campakkan
4. Calon yang muncul harus benar – benar berkarir dalam birokrasi
Sudah seharusnya
pemilihan kepala daerah melalui DPRD memilih calon berdasarkan kompetensinya
dalam birokrasi pemerintahan di daerahnya sehingga jabatan kepala daerah tidak
melulu hasil karir politik melainkan bisa melalui jalur karir profesi.
Sebagai masyarakat sudah seharusnya sikap kita adalah mewujudkan kedamaian
dan menjadikan kehidupan berbangsa dan bernegara aman dan nyaman. Menurut Prof.
Jimly Ashidiqi bahwa proses pemilihan kepala daerah baik langsung maupun tidak
langsung adalah sama – sama merupakan proses demokrasi. “Bangsa kita memang
terlalu beranekaragam sehingga kita perlu merumuskan demokrasi yang sesuai
dengan karakter bangsa. Di amerika struktur masyarakatnya sudah terbentuk
secara alami menjadi dua kelompok besar, kalangan produsen dan pemerintah di
partai republic sedangkan buruh dan petani di partai democrat. Hanya ada dua
partai dan sudah dua setengah abad mereka berdemokrasi tanpa ada keributan
berkepanjangan”. Begitu petikan pidatonya di selingan acara di gedung manggala
departemen kehutanan.
RUU Pilkada yang telah di tetapkan menjadi undang – undang harus kita
maknai sebagai usaha mendapatkan solusi penerapan demokrasi yang sesuai dengan
Identitas kita sebagai bangsa, sesuai dengan keragaman kita dan menemukan
konsep demokrasi yang lebih baik. Tidak ada lagi kepala daerah yang terjerat
kasus korupsi, mengurangi pengaruh asing dan kebangkitan kita menjadi Negara
maju. Poin terpenting adalah jangan sampai pro – kontra undang – undang pilkada
menjadi pemecah bangsa yang merusak kenyamanan di masyarakat terlebih apabila
ini hanya di jadikan bahan pertarungan politik ataupun politik pencitraan.
Sumber Refrensi
:
Mau Pilkada langsung keq, atau Tidak Langsung keq..Ngga Ngaruh tuh, Kenyataannya Pilkada Tidak Membawa Rakyat Sejahtera, Malah membikin Daftar KORUPTOR Baru,COBA Lihat TIDAK ADA Satupun Kepala Daerah yg Dpt Menekan/Mengurangi Angka Kemiskinan dan Pengangguran secara Signifikan di Daerahnya, dan TIDAK ADA Satupun Kepala Daerah yg Dapat Men-stabilkan / Mengendalikan Harga-2 Sembako (Bahan Pangan), membuat Masyarakat Semakin Sulit, Untuk Makan 3X/sehari saja Susah. Lalu di Mana Hebatnya Pilkada itu, Tapi kan Harus di Laksanakan, Baik Suka maupun Tidak, Tapi ini Tidak Bisa di Biarkan Berlarut, Harus ada Perubahan, melalui Pilkada thn 2018 ini, Bagi yg Merasa Dirinya : Jujur dan Bersih serta Amanah,ingin Men-Calonkan diri ikut Pilkada di thn.2018, TAPI MODALNYA KURANG, Insya Allah Bisa di Bantu dan Menang, dengan SYARAT :BERSEDIA dan MAU Melaksanakan / Mengerjakan Program/Proyek : Membangun "Ekonomi Kerakyatan", melalui Pen-Ciptaan Lap.Usaha / Lap.Kerja di Desa Desa, utk ket.hub.email : dino_said17@yahoo.com, TIDAK DIPUNGUT atau DI MINTA UANG DI DEPAN / DIMUKA, Ini untuk Kepentingan Masyarakat Banyak, Semoga ini Bermanfaat, serta Dapat Berguna bagi Sesama...amien..
BalasHapus