Jumat, 03 Oktober 2014

Pilkada Langsung VS Pilkada Tidak Langsung




Akhir-akhir ini dunia perpolitikan di Indonesia semakin panas saja, itu dikarenakan Koalisi Merah Putih (KMP) atau pengusung Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa mengajukan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU PILKADA). Dasar Koalisi Merah Putih melakukan perubahan dalam RUU Pilkada  diantaranya adalah pasal keempat dalam pancasila yaitu “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.”. Dengan usulan yang dilakukan ini banyak mengandung pro dan kontra. Banyak rakyat yang menganggap bahwa RUU PILKADA adalah kemunduran dalam demokrasi di Indonesia.

Dan pada akhirnya RUU PILKADA ( Rancangan Undang – Undang Pemilihan Kepala Daerah) telah di ketuk palu pada hari jum’at pukul 01.50 dini hari tadi setelah melalui drama yang panjang akhirnya di putuskan dan di setujui pilkada melalui DPRD. Pada perjalananya hingga ke persidangan di paripurna DPR RI opini publik pun sudah terbelah menjadi dua golongan yang menghendaki pemilihan langsung atau pemilihan melalui DPRD. Berikut akan saya ungkapkan sedikit tentang kelebihan dan kekurangan Pilkada secara langsung maupun melalui DPRD, yang saya ambil dari beberapa sumber:

PILKADA Langsung

Kelebihan :


 1. Rakyat dapat memilih langsung kepala daerahnya sesuai penilaian pribadi masyarakatnya.
Idealnya seperti di Athena dimana semua kebijakan Negara ditentukan oleh suara rakyatnya. Masyarakat dapat bebas memilih sesuai track record dan dengan citra citra yang ada secara bebas karena suara rakyat adalah suara Tuhan.

2. Tokoh bisa terpilih walaupun dukungan partai minim.
Melalui PILKADA langsung tokoh – tokoh memungkinkan menang walau dengan dukungan partai yang minim. Asalkan bisa menggalang dukungan yang besar dari masyarakat

3. Masyarakat tergerak untuk turut serta aktif dalam proses pemilu.
Di daerah yang cukup maju partisipasi aktif masyarakat sangat mendukung untuk keberlangsungan demokrasi yang baik. Masyarakat yang cerdas dan mapan lebih bisa menentukan pilihannya tanpa pengaruh parpol apalagi money politik

Kekurangan:
1. Biaya yang dikeluarkan sangat besar
Biaya yang dikeluarkan mulai dari biaya penyelenggaraan, kampanye, lobbi-lobbi partai pendukung sangat besar. Ini memungkinkan calon kepala daerah yang memiliki modal besar lah yang akan menang atau mereka yang mendapat dukungan dana dari pemodal besar.

2. Kedaulatan milik Pemodal dan Asing
Sudah barang tentu kepala daerah yang menang pilkada yang telah di beri modal yang banyak terikat kepada pemilik modal. Kepala daerah yang berhutang untuk biaya kampanye dan kebutuhan untuk kemenanganya akan mengembalikannya melalui proses tender yang berkali – kali lipat keuntungannya bagi penyokong modal ataupun memberikan kebijakan yang mendukung kepada pemilik modal termasuk dalam hal ini kepentingan asing juga bisa masuk terhadap penguasaan sumber-sumber kekayaan alam kita dan mempengaruhi kebijakan kepala daerah melalui pressure yang dilancarkan.

3. Korupsi
Untuk mengembalikan modal besar pribadi, sponsor maupun partai yang telah mengeluarkan milyaran bahkan triliunan rupiah sudah barang tentu menjadikan korupsi sebagai jalan yang nyaman. korupsi menjadi lumrah bagi para kepala daerah, hanya masalah bagaimana mereka bermain saja, bisa bermain bersih dan aman ataukah tidak. Bila bermain kotor akan tertangkap KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) jikalau bermain bersih sukses tidak ketahuan dan berjalan melenggang

4. Rawan penyalahgunaan birokrasi dan minim pengawasan
Selama ini kita lemah dalam pengawasan dan punishment. Banyak penyalahgunaan wewenwng yang terjadi dalam proses pilkada. Mahfud MD menuturkan seperti berikut. “saya menangani di MK itu 390 (sengketa pilkada) semua ada penyalahgunaan birokrasi. Ada seseorang yang tidak mendukung seseorang (calon) akan dipecat. Itu birokrasi rusak,” (TribunNews)

B. PILKADA Tidak Langsung
Kelebihan:
1    1. Effisiensi anggaran
Penghematan anggaran secara menyeluruh dengan dana penghematan yang besar. Mulai dari anggaran Negara yang terpakai untuk penyelenggaraan pemilihan, biaya pribadi calon kepala daerah, biaya kampanye dan uang sponsorship
2
.     2. Meminimalisir konflik di masyarakat
Sudah sama – sama kita ketahui bahwa proses pemilihan umum mulai dari pemilihan presiden hingga pemilihan bupati melahirkan konflik dari proses kampanye bahkan hingga pasca dilantiknya pemenang. Proses pemilihan kepala daerah yang banyak sekali dilakukan menjadikan Indonesia menjadikan konflik yang terus – menerus hanya pindah wilayah saja. Dengan Pilkada melalui DPRD kita akan lebih kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya dalam pilpres saja masyarakat mengalami momentum rawan konflik.
.     
      3. Memiliki Demokrasi dengan identitas khas bangsa Indonesia
Pemilihan kepala daerah melalui DPRD juga masih dalam bingkai demokrasi. Pemilihan langsung maupun melalui DPRD masih merupakan proses demokrasi. Pilkada melalui DPRD memberikan kita berdiri teguh dalam IDENTITAS bangsa kita sesuai cita – cita founding father bangsa kita bahwa Demokrasi kita bukannla demokrasi ala barat melainkan demikrasi perwakilan yang sesuai dengan sila ke-4 dari dasar Negara kita, Pancasila.
4. 
      4. Kepala daerah dan DPRD lebih bersinergi
Kepala daerah dan DPRD sudah dipastikan akan lebih bersinergi karena kepala daerah merupakan produk tidak langsung dari DPRD. Promram pengembangan daerah akan lebih lancer karena tidak perlu adanya konflik antara kepala daerah dengan DPRD. Program pembangunan daerah dan pengembangannya juga akan lebih berkesinambungan.
5  
  5. Meniadakan politikus yang kutu loncat, bahkan memungkinkan memilih kepala daerah dari  kalangan professional murni.
Dengan proses pemilihan melalui DPRD dapat meminimalisir politikus kutu loncat yang pragmatis dan oportunis yang dalam pemilihan langsung marak dengan pemodal besar sebagai penyokongnya. Kutu loncat akan mendapat stigma negative sehingga tidak ada partai yang berminat. Para pemodal juga tidak dapat menjadikan kepala daerah sebagai boneka.

Kekurangan:
1. Rakyat tidak dapat langsung memilih
Menjadi kekurangan yang terlihat jelas bahwa rakyat tiodak dapat langsung memilih kepala daerahnya. Apalagi PILKADA langsung ini sudah berlangsung di masyarakat selama sepuluh tahun. Akan tetapi masyarakat tetap memilih dalam hal ini wakil – wakil mereka. Masyarakat juga akan lebih jeli memberikan suaranya kepada calon wakil rakyat dan partai pengusungnya. Akan ada penilaian dari masyarakat yang akan membuat partai berlomba – lomba untuk menjadi partai yang bersih dan mengkader sebaik mungkin
 
2. Dikhawatirkan DPRD hanya menjadi representasi parpol
Menjadi kekhawatiran kita semaua sebagai rakyat sebuah Negara di tengah minimnya kepercayaan terhadap partai politik bahwa DPRD yang terpilih akan mewakili parpolnya bukan menyuarakan kepentingan rakyat sebagai konstituennya
 
3. Kepala Daerah hasil kesepakatan partai pendukung
Kepala daerah yang dipilih berdasarkan kesepakatan partai pendukung dikhawatirkan akan tersandera banyak kepentingan. Apalagi dengan kondisi bangsa seperti yang ada saat ini dimana masyarakat menilai suaranya hanya menjadi sampah lima tahunan yang di perebutkan lalu di campakkan
 
4. Calon yang muncul harus benar – benar berkarir dalam birokrasi
Sudah seharusnya pemilihan kepala daerah melalui DPRD memilih calon berdasarkan kompetensinya dalam birokrasi pemerintahan di daerahnya sehingga jabatan kepala daerah tidak melulu hasil karir politik melainkan bisa melalui jalur karir profesi.

Sebagai masyarakat sudah seharusnya sikap kita adalah mewujudkan kedamaian dan menjadikan kehidupan berbangsa dan bernegara aman dan nyaman. Menurut Prof. Jimly Ashidiqi bahwa proses pemilihan kepala daerah baik langsung maupun tidak langsung adalah sama – sama merupakan proses demokrasi. “Bangsa kita memang terlalu beranekaragam sehingga kita perlu merumuskan demokrasi yang sesuai dengan karakter bangsa. Di amerika struktur masyarakatnya sudah terbentuk secara alami menjadi dua kelompok besar, kalangan produsen dan pemerintah di partai republic sedangkan buruh dan petani di partai democrat. Hanya ada dua partai dan sudah dua setengah abad mereka berdemokrasi tanpa ada keributan berkepanjangan”. Begitu petikan pidatonya di selingan acara di gedung manggala departemen kehutanan.



RUU Pilkada yang telah di tetapkan menjadi undang – undang harus kita maknai sebagai usaha mendapatkan solusi penerapan demokrasi yang sesuai dengan Identitas kita sebagai bangsa, sesuai dengan keragaman kita dan menemukan konsep demokrasi yang lebih baik. Tidak ada lagi kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, mengurangi pengaruh asing dan kebangkitan kita menjadi Negara maju. Poin terpenting adalah jangan sampai pro – kontra undang – undang pilkada menjadi pemecah bangsa yang merusak kenyamanan di masyarakat terlebih apabila ini hanya di jadikan bahan pertarungan politik ataupun politik pencitraan.

Sumber Refrensi :


 

1 komentar:

  1. Mau Pilkada langsung keq, atau Tidak Langsung keq..Ngga Ngaruh tuh, Kenyataannya Pilkada Tidak Membawa Rakyat Sejahtera, Malah membikin Daftar KORUPTOR Baru,COBA Lihat TIDAK ADA Satupun Kepala Daerah yg Dpt Menekan/Mengurangi Angka Kemiskinan dan Pengangguran secara Signifikan di Daerahnya, dan TIDAK ADA Satupun Kepala Daerah yg Dapat Men-stabilkan / Mengendalikan Harga-2 Sembako (Bahan Pangan), membuat Masyarakat Semakin Sulit, Untuk Makan 3X/sehari saja Susah. Lalu di Mana Hebatnya Pilkada itu, Tapi kan Harus di Laksanakan, Baik Suka maupun Tidak, Tapi ini Tidak Bisa di Biarkan Berlarut, Harus ada Perubahan, melalui Pilkada thn 2018 ini, Bagi yg Merasa Dirinya : Jujur dan Bersih serta Amanah,ingin Men-Calonkan diri ikut Pilkada di thn.2018, TAPI MODALNYA KURANG, Insya Allah Bisa di Bantu dan Menang, dengan SYARAT :BERSEDIA dan MAU Melaksanakan / Mengerjakan Program/Proyek : Membangun "Ekonomi Kerakyatan", melalui Pen-Ciptaan Lap.Usaha / Lap.Kerja di Desa Desa, utk ket.hub.email : dino_said17@yahoo.com, TIDAK DIPUNGUT atau DI MINTA UANG DI DEPAN / DIMUKA, Ini untuk Kepentingan Masyarakat Banyak, Semoga ini Bermanfaat, serta Dapat Berguna bagi Sesama...amien..

    BalasHapus